EMPO.CO, Sidoarjo - Sebanyak 16 dari 25 pengusaha korban luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo menggugat keputusan pemerintah yang mengalokasikan dana talangan pelunasan pembayaran ganti rugi. Menurut pengusaha, dalam aturan hanya disebutkan dana talangan tersebut untuk membayar ganti kepada korban, tidak disebutkan klasifikasinya.
Gugatan itu terpaksa dilayangkan karena selama ini pengusaha telah menyampaikan protes secara lisan kepada beberapa pihak, termasuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, tapi tidak ditanggapi. "Kami menggugat ke Mahkamah Konstitusi," kata salah satu pengusaha, Dwi Cahyani, kepada Tempo, Jumat, 15 Mei 2015.
Menurut Cahyani, isi gugatan tersebut berupa permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2015, khususnya Pasal 23b ayat 1, 2, dan 3 tentang pengalokasian dana talangan pelunasan pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo. Gugatan tersebut diajukan akhir April 2015.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83 Tahun 2013, tutur dia, mengamanatkan kepada negara untuk menjamin penyelesaian pembayaran ganti rugi oleh perusahaan kepada korban.
Sedangkan menurut pengusaha, dalam putusan tersebut, tidak terdapat spesifikasi penjelasan korban seperti apa. "Arti kata 'korban' dalam putusan tersebut tidak dibedakan antara korban penduduk maupun korban usaha," ujar kuasa hukum pengusaha, Musrid Murdiantoro.
Menurut Musrid, diskriminasi terhadap pengusaha sesama korban Lapindo melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, ujar Musrid, UUD menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan akses perlindungan dan kepastian hukum yang adil atas alokasi APBN 2015.
Hal ini karena, selain harus membayar ganti rugi kepada korban warga sipil senilai Rp 784 miliar, PT Lapindo Brantas harus membayar ganti rugi kepada pengusaha senilai Rp 784 miliar.
EDWIN FAJERIAL
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2015/05/15/063666528/Pengusaha-Korban-Lapindo-Gugat-Pasal-Dana-Talangan-ke-MK