JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mengamini kemungkinan semakain maraknya gugatan praperadilan pasca-Mahkamah Konstitusi (MK), lewat putusannya, memasukkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Juru Bicara MA, Suhadi, memastikan pihaknya tetap siap dengan kemungkinan tersebut.
“MA memang melihat adanya kemungkinan volume permohonan praperadilan akan membengkak dengan setelah adanya putusan MK. Setiap regilasi baru akan berdampak terhadap praktiknya,” katanya kepada SH, Sabtu (2/5) pagi.
Namun, MA tidak melihat perluasan objek peradilan lewat putusan MK akan memunculkan masalah bagi pihaknya. Pasalnya, Suhadi mengungkapkan putusan MK ini otomatis akan membuat hakim tingkat pertama segera mempelajari perluasan praperadilan. “Hakim tingkat pertama yang akan menanganinya,” ujarnya.
Putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan Bachtiar Abdul Fatah, terpidana korupsi kasus proyek biomediasi PT Chevron ini, justru dinilai MA menghapus pro-kontra mengenai penetapan tersangka di ranah praperadilan. “Selama ini, kami bersikap pasif karena menghormati setiap putusan praperadilan. Mungkin untuk ke depan, penyidik harus mensiasati setiap penetapan tersangka,” tuturnya.
Selasa (28/4) lalu, MK akhirnya memutuskan untuk memperluas objek praperadilan, dengan menambahkan ketentuan penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan di dalamnya. Dalam pembacaan amar putusan oleh majelis hakim, Pasal 77 Huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Dalam putusannya, MK juga mempertegas perihal bukti permulaan dalam KUHAP. Majelis hakim menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang termaktub dalam Pasal Angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP.
Sumber : http://sinarharapan.co/news/read/150502022/ma-siap-hadapi-maraknya-gugatan-praperadilan2