Sidang lanjutan uji materi Undang-Undang No. 18 Tahun 20003 tentang Advokat (UU Advokat) - Perkara No. 32/PUU-XIII/2015 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (21/4) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan dari pihak Pemerintah dan pihak DPR. Pihak Pemerintah diwakili oleh Wicipto Setiadi, Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham. Sementara pihak DPR berhalangan hadir.
Pemerintah menanggapi dalil Pemohon mengenai ketidakjelasan ketentuan UU Advokat menunjuk “satu wadah organisasi advokat”. Padahal organisasi advokat terdiri atas banyak organisasi. Selain itu Pemerintah menanggapi ketentuan UU Advokat yang menurut Pemohon bahwa sistem perwakilan yang diterapkan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) telah mendiskriminasi sebagian anggota profesi advokat.
“Terhadap anggapan Pemohon tersebut, menurut Pemerintah, hal itu bukan merupakan isu konstitusionalitas keberlakuan UUD 1945, namun isu penerapan atau implementasi norma undang-undang a quo,” kata Wicipto Setiadi kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat yang didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Berdasarkan pertimbangan dalam putusan MK dalam Perkara No. 103/PUU-XI/2013 terhadap ketentuan Pasal 28 UU a quo mengenai organisasi advokat, Mahkamah menyatakan, “… Organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang memiliki wewenang melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat, pengujian calon advokat, pengangkatan advokat, membuat kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas, melakukan pengawasan, memberhentikan advokat …”
“Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Pemerintah, masalah keberatan Pemohon atas ditunjuknya PERADI sebagai wadah tunggal organisasi advokat adalah keliru karena berdasarkan pertimbangan Mahkamah, satu-satunya wadah profesi advokat yang dimaksud adalah hanya satu wadah profesi advokat yang menjalankan delapan kewenangan a quo,” ujar Wicipto.
“Sehingga anggapan Pemohon bahwa ketentuan a quo menyebabkan organisasi profesi advokat lainnya tidak mendapatkan hak suara, tidak terbukti. Karena PERADI bukan satu-satunya organisasi profesi advokat yang dapat melakukan beberapa kewenangan, tapi organisasi profesi advokat lainnya bisa melakukannya,” ucap Wicipto di hadapan Majelis Hakim maupun pihak Pemohon (Ikhwan Fahrojih) dan pihak Terkait (PERADI).
“Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah berpendapat bahwa Pemohon dalam permohonannya tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum. Sehingga sudah sepatutnya permohonan Pemohon tersebut dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” tegas Wicipto.
Seperti diketahui, Ikhwan Fahrojih dkk selaku Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan, “Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.” Sedangkan Pasal 28 ayat (2) UU Advokat menyebutkan, “Ketentuan mengenai susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.”
Pemohon mengungkapkan, saat ini terdapat dua organisasi advokat yang mengaku sebagai satu-satunya organisasi advokat berdasarkan UU Advokat yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Padahal UU Advokat hanya mengamanatkan pembentukan satu-satunya organisasi untuk setiap advokat di Indonesia.
“Terjadi perpecahan diantara dua organisasi tersebut adalah karena ketidakpuasan dari sebagian anggota profesi advokat atas proses pemilihan pengurus pusat PERADI yang dilaksanakan tanpa proses yang terbuka dan demokratis, dengan memberikan hak suara yang sama bagi setiap anggota profesi advokat dalam memilih pengurus pusat PERADI,” jelas Ikhwan Fahrojih.
Menurut Pemohon, sebenarnya dapat dimaklumi apabila proses pemilihan pengurus pada periode awal (2005-2010) dilakukan melalui penunjukkan oleh delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). (Nano Tresna Arfana)