Sidang perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Advokat (UU Advokat) - Perkara 32/PUU-XIII/2015 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/3) siang di ruang sidang MK. Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto. Pada kesempatan itu hadir Ikhwan Fahrojih selaku Pemohon.
Ikhwan menjelaskan kepada Majelis Hakim Konstitusi bahwa tidak ada perubahan berarti dari perbaikan permohonan yang sudah dibuat sebelumnya. Namun Ikhwan hanya menegaskan tentang peran anggota profesi advokat.
“Terima kasih, Yang Mulia atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Kami akan mencoba menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan yang telah kami buat dalam bentuk perbaikan permohonan. Menurut pemahaman kami sesungguhnya kedaulatan tertinggi dalam organisasi advokat itu ada di tangan anggota profesi advokat, oleh karena itu pemilihan ketua umum organisasi advokat inkaso Ketua Umum DPN PERADI sebenarnya adalah wujud dari pengejawantahan kedaulatan anggota,” papar Ikhwan.
“Namun ketentuan tentang pemilihan ketua umum organisasi advokat in casu Ketua Umum DPN PERADI dalam Undang-Undang Advokat tidak dirumuskan dengan rumusan yang jelas sehingga memunculkan multitafsir,” tambah Ikhwan.
Ikhwan memberikan alasan ketentuan tersebut memunculkan multi tafsir. Di satu pihak ada yang menafsirkan bahwa pemilihan Ketua Umum DPN PERADI bisa dilaksanakan dengan sistem perwakilan. Sementara pihak lain menafsirkan sistem pemilihan Ketua Umum DPN PERADI harus dilaksanakan dengan sistem one man one vote.
“Perbedaan tafsir itu memunculkan perpecahan di organisasi profesi advokat, secara de facto sekarang terdapat dua organisasi advokat yang mengklaim dirinya sebagai organisasi advokat yang sah sesuai dengan Undang-Undang Advokat, yaitu PERADI dan KAI. Padahal Undang-Undang Advokat jelas memerintahkan bahwa organisasi advokat hanya ada satu dan satu-satunya organisasi advokat, atau organisasi advokat adalah wadah tunggal bagi anggota profesi advokat. Namun pada kenyataannya perintah dari Undang-Undang Advokat itu tidak terwujud oleh karena adanya ketentuan yang multi tafsir tadi,” ucap Ikhwan.
Menanggapi apa yang disampaikan Pemohon, pimpinan sidang, Aswanto mengatakan, “Pasal 28 yang Saudara ajukan untuk diuji itu kan organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah, sementara di permohonan Saudara meminta organisasi advokat merupakan wadah profesi advokat. Apa ini tidak membuka ruang malah tambah banyak wadah nanti?”
Pemohon menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi Aswanto, bahwa berkaitan dengan organisasi hanya satu-satunya, itu adalah perintah dari Undang-Undang Advokat di pasal yang lain.
“Ya, tapi petitum Saudara tidak menyebutkan lagi satu-satunya. Saudara justru meminta organisasi advokat merupakan wadah profesi advokat. Ini bisa menjadi ruang lagi nanti kalau itu dikabulkan bisa semakin banyak organisasi advokat,” tegas Aswanto.
Sebagaimana diketahui, Ikhwan Fahrojih dkk yang merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo. Pemohon mengungkapkan, saat ini terdapat dua organisasi advokat yang mengaku sebagai satu-satunya organisasi advokat berdasarkan UU Advokat yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Padahal UU Advokat hanya mengamanatkan pembentukan satu-satunya organisasi untuk setiap advokat di Indonesia.
Terjadi perpecahan diantara dua organisasi tersebut adalah karena ketidakpuasan dari sebagian anggota profesi advokat atas proses pemilihan pengurus pusat PERADI yang dilaksanakan tanpa proses yang terbuka dan demokratis, dengan memberikan hak suara yang sama bagi setiap anggota profesi advokat dalam memilih pengurus pusat PERADI.
Menurut Pemohon, sebenarnya dapat dimaklumi apabila proses pemilihan pengurus pada periode awal (2005-2010) dilakukan melalui penunjukkan oleh delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). (Nano Tresna Arfana)