Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat (UU Advokat) kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (18/3) siang. Perkara No. 32/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh Ikhwan Fahrojih dkk, para advokat yang merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat.
Pemohon mengungkapkan, saat ini terdapat dua organisasi advokat yang mengaku sebagai satu-satunya organisasi advokat berdasarkan UU Advokat yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Padahal UU Advokat hanya mengamanatkan pembentukan satu-satunya organisasi untuk setiap advokat di Indonesia.
“Terjadi perpecahan di antara dua organisasi tersebut adalah karena ketidakpuasan dari sebagian anggota profesi advokat atas proses pemilihan pengurus pusat PERADI yang dilaksanakan tanpa proses yang terbuka dan demokratis, dengan memberikan hak suara yang sama bagi setiap anggota profesi advokat dalam memilih pengurus pusat PERADI,” jelas Ikhwan Fahrojih.
Menurut Pemohon, sebenarnya dapat dimaklumi apabila proses pemilihan pengurus pada periode awal (2005-2010) dilakukan melalui penunjukkan oleh delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).
“Oleh karena batas waktu yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat dalam membentuk organisasi advokat cukup singkat yaitu dua tahun sejak pengesahan UU Advokat, putusan MK juga telah mengukuhkan keberadaan PERADI sebagai satu-satunya organisasi advokat. Namun seharusnya tidak terjadi untuk proses pemilihan pengurus PERADI untuk periode selanjutnya, dimana telah tersedia banyak waktu untuk mempersiapakan proses pemilihan one man one vote,” papar Ikhwan.
“Bahwa selama ini kami sebagai anggota PERADI tidak diberikan hak untuk memilih Ketua Umum PERADI. Oleh karena itu kami merasa, hak kami sebagai anggota PERADI telah diabaikan oleh PERADI. Khususnya berkaitan dengan tafsir PERADI terhadap ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Advokat,” tambah Ikhwan.
Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan, “Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.”
Pasal 28 ayat (2) UU Advokat menyebutkan, “Ketentuan mengenai susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.”
Terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, Hakim Konstitusi Aswanto pun langsung menanggapi. “Kalau membaca permohonan Saudara dari awal, terutama di bagian posita, kami masih susah menangkap di mana letak persoalan konstitusionalitas Pemohon. Karena kewenangan MK adalah untuk menguji kalau ternyata ada norma dalam undang-undang bertentangan dengan UUD. Nah apa yang dimohonkan Pemohon belum tergambar. Silahkan Saudara gambarkan secara komprehensif di mana letak kerugian konstitusionalitas Pemohon,” urai Aswanto selaku pimpinan sidang.
Sementara itu Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan, sebenarnya yang terjadi dalam permohonan Pemohon adalah persoalan implementasi. Dalam permohonannya, Pemohon tidak menyebutkan alasan utama yang bertentangan dengan UUD. Sedangkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menilai Pemohon mempersoalkan penafsiran PERADI terhadap UU Advokat. Menurut Patrialias, persoalan penafsiran PERADI ini kurang tepat bila diperkarakan di MK.
“Kecuali apabila Saudara mempersoalkan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat itu bertentangan dengan UUD. Nah itu baru kita check and re-chek,” tegas Patrialis. (Nano Tresna Arfana)