Mahkamah menganggap perubahan subjek hukum Pemohon dalam permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) APBN Tahun Anggaran 2015 tidak layak dan patut. Bila terjadi pergantian Pemohon, Mahkamah menilai seharusnya permohonan perkara No. 123/PUU-XII/2014 dicabut terlebih dulu. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan permohonan pengujian ketentuan mengenai subsidi BBM pada ABPN Tahun Anggaran 2015 tersebut tidak dapat diterima.
Permohonan perkara a quo bertanggal 10 November 2014 tersebut awalnya mencantumkan nama Donny Tri Istiqomah, Radian Syam, dan Andhika Dwi Cahyanto selaku Pemohon Prinsipal. Saat digelar sidang perdana pada 23 Desember 2014, Andhika mewakili rekan-rekannya menyatakan mengubah subjek hukum ketiganya menjadi kuasa hukum dari Paguyuban Petani Perjuangan Mbah Ungu (P3MU). Perubahan tersebut mendasarkan pada Surat Kuasa tertanggal 19 Desember 2014. Pada sidang kedua tersebut, Kepaniteraan MK juga menerima perbaikan permohonan yang dibubuhi tanda tangan ketiganya selaku kuasa hukum yang menandatangani perbaikan permohonan.
Menurut Mahkamah, perubahan subjek hukum dari Pemohon menjadi kuasa hukum tersebut merupakan tindakan yang tidak layak dan patut. Sebab, sebelumnya permohonan a quo telah tercatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) Mahkamah pada tanggal 20 November 2014 yang mencantumkan nama Andhika Dwi Cahyanto dkk sebagai Prinsipal Pemohon. Sedangkan Surat Kuasa sebagai kuasa hukum bagi ketiganya baru muncul belakangan, yaitu pada 19 Desember 2014. Menurut Mahkamah hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena tidaklah mungkin suatu perkara diregistrasi terlebih dulu lalu Surat Kuasa sebagai kuasa hukum diterbitkan kemudian.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, hal demikian tidaklah layak dan patut, seharusnya permohonan awal Pemohon terlebih dahulu dicabut, karena subjek hukum permohonannya akan diganti. Oleh karena itu Mahkamah berpendapat permohonan a quo tidak dapat diterima,” ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Sebelumnya, Pemohon menggugat ketentuan subsidi BBM pada APBN Tahun Anggaran 2015. Permohonan a quo diajukan karena dipicu adanya polemik BBM bersubsidi yang dianggap Pemohon tidak tepat sasaran. Menurut Pemohon, polemik tersebut harus disudahi lewat pemecahan masalah/solusi konstitusional lewat judicial review ke MK. Pemohon pun mendalilkan subsidi BBM harus dibatasi sebanyak 10 persen saja dari anggaran belanja total. Angka tersebut diambil dengan argumentasi bahwa persentase tersebut membuat belanja negara stabil. Mengingat, kebutuhan alokasi anggaran di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur ekonomi saat ini sangat besar.
Namun, Mahkamah dalam konklusi atau kesimpulan putusannya harus menyatakan pokok permohonan Pemohon tersebut tidak dipertimbangkan meski Mahkamah juga menyatakan berwenang mengadili permohonan a quo. Sebab, Mahkamah menyimpulkan Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan karena “tersandung” masalah perubahan subjek hukum. Hal tersebut diucapkan langsung oleh Ketua MK, Arief Hidayat saat membacakan konklusi putusan perkara No. 123/PUU-XII/2014. (Yusti Nurul Agustin)