Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan dua orang notaris yang mengajukan pengujian Undang-Undang Jabatan Notaris. Ketua MK, Hamdan Zoelva mengucapkan langsung amar putusan perkara No. 63/PUU-XII/2014 pada sidang yang digelar Rabu (3/12) di Ruang Sidang Pleno MK. Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum karena substansi permohonan sudah pernah diputus atau mutatis mutandis.
“Amar putusan. Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Hamdan membacakan amar putusan Mahkamah.
Dalam pendapat hukum Mahkamah, Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Jabatan Notaris dinyatakan belum pernah dilakukan pengujian konstitusionalitasnya di MK. Sesuai ketentuan, norma yang tercantum dalam ketentuan tersebut bisa diujikan konstitusionalitasnya ke MK.
Namun, Mahkamah menemukan bahwa substansi norma dalam pasal a quo merupakan materi muatan yang sama dengan yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (11) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebelum diubah menjadi UU No. 2 Tahun 2014. Kedua norma tersebut mengatur mengenai wadah tunggal bagi notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Mahkamah juga menemukan bahwa ketentuan Pasal 82 ayat (1) UU No. 30 Tahun 20014 (sebelum diubah) sudah pernah dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya. Mahkamah pun telah memutus pengujian tersebut lewat putusan No. 009/PUU-III/2005 tertanggal 13 September 2005. Saat itu Mahkamah menyatakan ketentuan yang menyatakan INI sebagai wadah tunggal bagi notaris tidak bertentangan dengan Konstitusi.
Pada putusan yang sama Mahkamah juga menyatakan ketentuan a quo tidak melarang setiap orang yang menjalankan profesi Jabatan Notaris untuk berkumpul, berserikan, dan mengeluarkan pendapat. Hanya saja, hak berserikat bagi notaris harus dilaksanakan melalui satu wadah organisasi yaitu INI. Sebab, Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh negara dan diberi tugas dan wewenang membuat akta otentik oleh negara.
Agar tugas tersebut dapat dijalankan sebaik-baiknya, Mahkamah menilai diperlukan adanya upaya pembinaan, pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus.Pengawasan tersebut sangat tepat dilakukan oleh organisasi notaris dengan satu kode etik dan satu standar kualitas pelayanan publik (wadah tunggal, red). Mahkamah beranggapan dengan adanya wadah tunggal, Pemerintah dapat lebih mudah melaksanakan pengawasan terhadap pemegang profesi notaris yang diberikan tugas dan wewenang sebagai pejabat umum.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan substansi permohonan para Pemohon mutatis mutandis dengan permohonan Nomor 009/PUU-III/2005. “Konklusi. Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo, Para Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tukas Hamdan yang didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya. (Yusti Nurul Agustin)