Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS). Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, maka norma penjelasan Pasal 70 UU AAPS tidak berlaku.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva mengucapkan amar putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Selasa (11/11).
Pasal 70 UU AAPS menyatakan:
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa
Adapun Penjelasan Pasal 70 UU AAPS menyatakan: ....Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.
Penjelasan Pasal 70 UU AAPS menyatakan permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan permohonan pembatalan harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang akan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.
Pokok permasalahan dalam pengujian konstitusional tersebut adalah kata “diduga” dalam Pasal 70 UU AAPS yang dalam Penjelasannya mempergunakan frasa “harus dibuktikan dengan putusan pengadilan”. Kata “diduga”, menurut Mahkamah, memberikan pengertian hukum mengenai kaidah bahwa syarat pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase, salah satunya adalah adanya dugaan pemohon yang mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase mengenai terjadinya alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut. Dugaan pemohon bersifat hipotetis, subjektif, sepihak, dan apriori.
Sedangkan frasa “harus dibuktikan dengan putusan pengadilan” yang terdapat dalam Penjelasan pasal tersebut memberikan pengertian hukum bahwa syarat pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase, salah satunya adalah adanya alasan yang dimaksud dalam pasal tersebut, telah dibuktikan dengan putusan pengadilan. Padahal, putusan pengadilan bersifat posteriori.
Dengan kata lain, Penjelasan tersebut mengubah norma pasal dan menimbulkan norma baru. Norma dalam pasal hanya mensyaratkan adanya dugaan yang bersifat apriori, sedangkan dalam Penjelasan mengubah makna dugaan menjadi sesuatu yang pasti berdasarkan putusan pengadilan dan bersifat posteriori.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalil para Pemohon bahwa penjelasan tersebut menambah norma baru dan menimbulkan ketidakpastian hukum, terbukti menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Menurut Mahkamah, Pasal 70 AAPS sudah cukup jelas sehingga tidak perlu ditafsirkan. Adanya penjelasan untuk pasal tersebut justru menimbulkan multi tafsir, yakni: (i) penjelasan tersebut dapat ditafsirkan apakah alasan pengajuan permohonan harus dibuktikan oleh pengadilan terlebih dahulu sebagai syarat pengajuan permohonan pembatalan, atau (ii) bahwa alasan pembatalan tersebut dibuktikan dalam sidang pengadilan mengenai permohonan pembatalan.
Dua tafsir tersebut berimplikasi terjadinya ketidakpastian hukum, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Selain itu, apabila tafsir yang pertama yang dipergunakan, berarti pemohon dalam mengajukan permohonan pembatalan tersebut akan berhadapan dengan dua proses pengadilan. Implikasinya, akan memakan waktu yang tidak sesuai dengan prinsip arbitrase yang cepat, yaitu paling lama 30 hari seperti ketentuan Pasal 71 UU AAPS.
Sebelumnya, sejumlah pihak yang bersengketa di BANI menggugat Penjelasan Pasal 70 UU AAPS ke MK. Dalam sidang perdana Perkara Nomor 15/PUU-XII/2014 tersebut, Pemohon yang diwakili kuasa hukum Andi Syafrani merasa berpotensi dirugikan dengan Penjelasan Pasal 70 UU AAPS. Penjelasan Pasal 70 UU AAPS dinilai Pemohon mengandung norma baru atau perubahan terselubung yang bertentangan dengan substansi pokok pasalnya. Selain itu, Pemohon juga menilai Penjelasan Pasal 70 tidak operasional dan menghalangi hak hukum untuk pencari keadilan. Oleh karena itu, Pasal 70 UU AAPS tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi khususnya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Lulu Hanifah/mh)