Politisi PAN asal Aceh, Anas Bidin Nyak Syech mencabut permohonannya atas pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh).
“Ya, selanjutnya ini Pemohon tidak hadir dan sudah menyampaikan surat kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang menyatakan melampirkan surat pencabutan permohonan Perkara Register Nomor 96/PUU-XII/2014 pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahiddudin Adams di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (29/10).
Sebelumya, Anas menilai aturan pengalokasian bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Kabupaten (DPRA dan DPRK) Aceh yang diatur dalam Pasal 80 ayat (1) huruf d dan huruf e UU Pemerintahan Aceh menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan konstitusi.
Basrun Yusuf, kuasa hukum Pemohon mengatakan dalam pelaksanaan pemilihan umum legislatif 2014 di Provinsi Aceh, KPU sebagai penyelenggara Pemilu telah mengeneralisasi penerapan Pasal 80 (1) huruf d dan huruf e melalui Peraturan KIP (Komisi Independen Pemilu) Aceh. Menurutnya UU Pemerintahan Aceh hanya mengatur jumlah bakal calon legislator pada partai politik lokal. “Namun KIP memberlakukan UU Pemerintahan Aceh untuk parpol nasional maupun parpol lokal,” ujarnya dalam sidang perkara nomor 96/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (15/10).
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 80 ayat (1) huruf d dan huruf e UU Pemerintahan Aceh, khususnya frasa ‘partai politik lokal berhak mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan DPRA dan DPRK’ serta peraturan pelaksanaannya oleh KIP Aceh, bertentangan dengan tata cara pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Angggota DPR, DPD, dan DPRD. Selain itu Pemohon meminta MK menyatakan norma yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945. (Lulu Hanifah/mh)