Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menjadi keynote speaker Seminar Nasional “Implementasi dan Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Hukum Indonesia” yang diadakan Universitas Kristen Indonesia pada Selasa (21/10) siang di Jakarta.
“Implementasi dimaknai sebagai proses untuk mewujudkan rumusan kebijakan menjadi tindakan kebijakan. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan,” ujar Hamdan di hadapan para peserta seminar.
Dikatakan Hamdan, putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang, terutama yang menyatakan undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, hal ini mengandung kebijakan hukum baru yang harus ditempuh di masa depan.
“Meskipun bersifat deklaratoir, akan tetapi putusan MK secara konstitutif akan mengubah hukum yang berlaku. Artinya, putusan MK memuat legal policy yang memperbarui politik hukum yang lama,” kata Hamdan dalam seminar yang juga dihadiri narasumber lainnya, antara lain mantan Hakim Konstitusi Harjono dan Maruarar Siahaan, serta pakar hukum kontitusi, Saldi Isra.
“Dengan kata lain, kebijakan hukum yang dirumuskan oleh pembentuk undang-undang, dikesampingkan dan digantikan oleh kebijakan hukum yang baru yang dirumuskan oleh MK melalui putusannya,” tambah Hamdan. Pada konteks demikian, lanjut Hamdan, putusan MK turut menentukan politik hukum dan pembaruan hukum nasional. Putusan MK dengan segenap rambu konstitusional yang tertuang di dalamnya sudah seharusnya diposisikan sebagai pijakan terpenting dalam merumuskan politik dan pembaruan hukum nasional.
“Sehubungan dengan muatan legal policy baru, putusan MK membutuhkan implementasi yang tentu saja melibatkan berbagai aktor, baik pembentuk undang-undang yang meliputi lembaga legislatif dan lembaga eksekutif maupun pembuat peraturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau aparatur hukum yang menerapkan aturan baru yang lahir dari putusan MK,” papar Hamdan.
Sebagaimana dikatakan Lawrence Baum, hal yang selama ini dianggap paling sulit dalam implementasi putusan MK adalah ketiadaan instrumen yang dimiliki pengadilan untuk memaksakan implementasi. Dalam tulisan berjudul “The Implementation of United States Supreme Court Decisions” Lawrence Baum menyatakan “pengadilan hanya memiliki sedikit sarana untuk menuntut ketaatan dari lembaga legislatif atau Presiden, apalagi karena posisi lembaga legislatif atau Presiden yang sederajat dan mereka bukan merupakan bagian dari hierarki pengadilan”.
“Dari pendapat tersebut, jika yang dimaksud adalah ketiadaan ketentuan hukum, baik dalam undang-undang maupun konstitusi, sebagai ‘senjata’ untuk memaksakan implementasi putusan MK, justru dari pemikiran semacam itulah problem faktisitas hukum muncul,” imbuh Hamdan.
“Dalam perspektif filsafat hukum, faktisitas hukum memandang bahwa kebenaran terletak pada dan dalam hukum itu sendiri. Faktisitas hukum dipahami merupakan kondisi yang berusaha menjamin kepastian hukum, semata-mata berdasar rumusan hukum itu sendiri,” tandas Hamdan. (Nano Tresna Arfana/mh)