Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan beserta segenap jajarannya berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/10) sore. Kedatangan Menteri BUMN diterima oleh Ketua MK Hamdan Zoelva yang didampingi Sekjen MK Janedjri M. Gaffar.
“Terima kasih atas putusan MK yang sepenuhnya bisa kami paham dan harus menerima. Meskipun permohonan ditolak tetapi kami tetap lega. Yang membuat kami lega, karena dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi, bahwa dalam melakukan pemeriksaan terhadap BUMN kekayaan negara yang dipisahkan, maka tidak mempergunakan judgement government rules tapi menggunakan judgement business rules,” papar Dahlan.
Sebagaimana diketahui, lebih dari setahun lalu, MK menjatuhkan putusan Undang-Undang Keuangan Negara digugat oleh dua organisasi yaitu Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia dan Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Dua perkara yang teregistrasi dengan No.48/PUU-XI/2013 dan No. 62/PUU-XI/2013 itu telah diperiksa bersamaan pada Kamis, 18 September 2014, hingga akhirnya kedua perkara yang memasalahkan definisi keuangan negara dan pengelolaan kekayaan dari suatu perguruan tinggi itu pun diputus oleh MK. Tidak disangka, dua perkara tersebut ditolak seluruhnya oleh Mahkamah.
Pada saat ini, ungkap Dahlan, pihak Kementerian BUMN sedang menyusun satu penjelasan kepada seluruh jajaran Kementerian BUMN untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Namun sebelum Dahlan memberikan penjelasan kepada segenap jajarannya, maka sebelumnya ia meminta masukan Ketua MK agar dapat memberikan penjelasan yang benar kepada jajarannya.
Menanggapi pernyataan Dahlan Iskan, dalam kesempatan itu Hamdan Zoelva menjelaskan bahwa kalau membaca dua putusan perkara itu secara utuh, termasuk membaca juga dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Harjono, sebenarnya dua putusan itu satu nafas.
“Jadi intinya memang, keuangan negara itu ada dua yaitu yang termuat dalam Pasal 23 dan Pasal 23D UUD 1945 mengenai APBN yang diatur lebih lanjut dengan UU, yang itulah kami kelompokkan dalam keuangan negara, sementara kekayaan negara dipisahkan,” terang Hamdan.
“Dalam kaitan itu ada dua perkara yang masuk ke MK yaitu dari Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia dan Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara. Secara substansi, posisi dua perkara itu sama, mereka mengelola keuangan negara secara terpisah,” tambah Hamdan.
Karena itu, menurut Hamdan, dua perkara itu masih dalam lingkup besar kekayaan negara. “Tetapi dalam proses pemeriksaannya karena entitasnya berbeda, yang satu entitas birokrasi dan satu lagi entitas bisnis korporasi, maka cara pemeriksaannya juga harus berbeda,” ungkap Hamdan yang memberikan penjelasan singkat sekitar 10 menit pada pertemuan tersebut. (Nano Tresna Arfana/mh)