Sejumlah pendukung presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengkhawatirkan proses pengunduran diri Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta diganjal DPRD DKI. Mereka kemudian mengajukan uji materi Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Diwakili kuasa hukumnya, Maheswara Prambandono, para pemohon mempersoalkan frasa “dan huruf b” yang dimuat dalam Pasal 29 ayat (3) UU Pemda. Menurut Pemohon, mengundurkan diri merupakan hak bagi setiap pejabat publik, termasuk pejabat publik yang dipilih langsung. Oleh karena itu, pejabat publik, termasuk kepala daerah/wakil kepala daerah dapat mengundurkan diri secara sepihak sehingga tidak membutuhkan persetujuan dari pejabat atau lembaga negara manapun. Ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU Pemda sepanjang frasa “dan huruf b” dinilai merupakan masalah etika politik yang harus dijunjung tinggi oleh kepala daerah yang ingin mengundurkan diri.
Lebih lanjut, Pemohon mengatakan frasa tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan kewenangan pada DPRD untuk memberikan persetujuan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang mengundurkan diri, terutama untuk yang meninggal dunia. “Kewenangan tersebut dikaikan dengan kepala daerah/wakil kepala daerah yang diberhentikan. Pemberhentian harus dengan syarat-syarat tertentu dan diatur dalam meknisme tertentu pula,” ujarnya dalam sidang perdana perkara nomor 90/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (2/10).
Ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU Pemda pernah digunakan DPRD DKI Jakarta untuk menolak permohonan pengunduran diri Wagub DKI Periode 2007-2012 Priyanto. Para pemohon khawatir keetntuan yang sama digunakan untuk menolak pengunduran diri Jokowi sebagai Gubernur DKI padahal yang bersangkutan merupakan presiden terpilih dan akan diambil sumpahnya pada 20 Oktober 2014 mendatang. Sehingga sepanjang frasa “dan huruf b” menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat berimpilikasi pada terganggunya proses pelantikan Jokowi sebagai presiden. “Kami meminta pada majelis, untuk Pasal a quo sepanjang frasa “dan huruf b” dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, kepala daerah yang ingin mengundurkan diri dapat dilakukan secara deklaratif tanpa persetujuan DPRD lagi,” imbuhnya.
Pasal 29 ayat (3) UU Pemda menyatakan:
“Pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD”.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohohan tersebut, Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto menyarankan agar Pemohon menggunakan frasa “berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum” ketimbang hanya “menimbulkan ketidakpastian hukum”. “Bagaimana saudara bisa mengatakan kehadiran Pasal 29 ayat (3) menimbulkan ketidakpastian hukum? Kalau ketidakpastian hukum, apa betul pengunduran diri Jokowi sudah diganjal DPRD? Ini kan belum, tapi berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Coba diperbaiki lagi,” ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meminta Pemohon untuk mempertimbangkan lagi petitum yang dimohonkan. Hal tersebut karena putusan MK berlaku secara keseluruhan. “Kalau kasusnya seperti Pak Jokowi rasanya jelas. Tapi kalau ada permintaan sendiri yang mengajukan (pengunduran diri) tanpa alasan, ya ini yang jadi masalah. Kalau tiba-tiba ada kepala daerah yang deklaratif mengundurkan diri karena malas atau tidak cocok lagi, apa bisa presiden langsung menerbitkan keputusannya? Ini kan jadi masalah, tolong dipertimbangkan ,” ujarnya. (Lulu Hanifah/mh)